Berdamai dengan Masa Lalu
Masa lalu adalah hal bagian terpenting dari diri kita. Itu membentuk bagaimana karakter dan kepribadian kita saat ini, bagaimana kita berinteraksi, menyelesaikan masalah, dan bereaksi terhadap suatu masalah. I will write down a little about my past hingga membentuk Jelita hingga saat ini, terutama dari pengalaman berhubungan percintaan.
Dalam menjalin hubungan percintaan, bisa dibilang selama ini gw gak terjalin mulus. Semuanya berakhir dengan terlalu meaningless. Yes, I said semuanya. Kebanyakan, gw merasa selalu disakiti dan gak sesuai dengan kemauan gw. Kebanyakan, gw hanya merasa buang-buang waktu dan dimanfaatkan. Dari mulai diselingkuhin, gak dianggep, dihina, sampe ditinggal gitu aja. Semuanya pahit, sampai gw pernah di titik gw gak mau lagi sakit dan membuat gw sempat gak tertarik dengan hubungan untuk jangka waktu yang lama, sekitar 5 tahun.
Selama kurang lebih 5 tahun, gw makin terbentuk jadi orang yang mandiri dan merasa benar. Ditambah, gw menyalahkan kebanyakan dari mereka atas berakhirnya hubungan gw dan mereka. Tapi deep inside, gw tau bahwa ada di beberapa hubungan, gw juga ikut andil merusak hubungan itu tapi gw selalu menyangkal. Mungkin ini waktunya gw mengakui, lewat tulisan di blog ini.
Salah satu yang gw enggan untuk mengakui selama ini adalah: gw tidak bisa mendapatkan jawaban TIDAK. Untuk beberapa hal, gw harus mendapatkan jawaban YA. Ketika keinginan gw gak tercapai, gw akan sibuk untuk terus memojokkan orang itu dan menyalahkan mereka. Penolakan, buat gw di beberapa case adalah sebuah aib dan mencoreng harga diri gw. Akibatnya, gw akan sangat marah dan terus MENGEJAR orang itu, sampai dapat yang gw mau. Tidak peduli akan feedback orang itu bahwa hal yang gw lakukan adalah sangat mengganggu, memalukan, berlebihan, tidak pantas dilakukan, dan berisiko merusak hubungan. Di titik itu, gw meledak dan gak peduli dengan orang lain. Yang gw harus selamatkan adalah harga diri gw.
Selama ini, gw mengenal konsep self-love sebagai sesuatu yang harus gw pegang teguh. Bahwa bagaimana kita harus mencintai dan menghargai diri sendiri, tidak membiarkan orang menginjak harga diri kita. Mungkin ini juga salah satu yang menjadi benteng harga diri gw keras dan tidak mau diperlalukan salah. Tapi satu hal.. Jika gw mempunyai self-love, kenapa dalam beberapa case relationship gw malah bersedia mempertaruhkan harga diri gw untuk jadi memalukan dan mengejar orang? Kenapa ini sangat kontradiktif? Apakah ini ada korelasinya? Padahal gw sedikit banyak sadar, bahwa ketika gw melakukan hal itu, pola yang sama akan terulang, yaitu hubungan ini akan semakin rusak dan berakhir dengan kegagalan.
Seperti yang terjadi saat ini, di sebuah hubungan gw dengan seseorang. Beberapa hari belakangan, gw mengeluarkan sifat seperti itu lagi dan lagi. Di sebuah titik di mana amarah gw memuncak dan gw tanpa henti mengeluarkan amarah gw. Yang paling menyakitkan, gw sayang sama orang ini dan gak mau dia pergi. Tapi gw menghukum dia dengan sangat keterlaluan melalui sebuah sikap dan kata-kata yang gak pantas berhari-hari, seakan gw gak pernah puas dengan penolakan yang dia berikan dan membuat dia harus merasakan sakit yang sama yang gw rasakan. Gw lagi-lagi tidak berpikir tentang konsekuensi atas itu semua.
Balik lagi ke masa lalu gw. Gw akan menceritakan sebuah hal yang sangat menyakitkan buat gw. Cerita ini sangat menyakitkan untuk gw ceritakan ke siapapun, karena ini adalah salah satu hal terjahat yang pernah gw lakukan kepada orang yang gw sayang, bokap gw.
Ketika papa dirawat di rumah sakit, gw kebagian menjaga bokap pada hari itu. Dengan kondisi papa udah pasang kateter dan tentunya membutuhkan gw untuk merawat dia, ada satu momen gw dimarahin dan di saat itu, dengan tanpa berpikir panjang gw menyumpahkan dia mati secepatnya (I'm shaking writing this). Itu terjadi. Beberapa hari kemudian papa meninggal dunia.
Papa adalah orang yang sangat gw sayang, panutan hidup gw, dan gw sangat mengidolakan dia. Gw selama ini sibuk denial tentang sumpah gw itu dan meyakinkan diri gw bahwa hal itu bukan salah gw. Bahwa itu takdir. Tapi di lubuk hati terdalam, gw tau gw sangat salah. Salah besar. Sangat tidak pantas. Sangat jahat. Gw berdosa. Gw menyumpahkan orang yang sangat gw sayang untuk mati. Gw tidak berpikir panjang.
Meskipun gw denial, gw selalu berusaha untuk belajar untuk terus menjaga ucapan kita. Satu hal yang gw gak bisa kontrol hingga saat ini adalah ketika gw marah. Benar-benar marah. Di saat itu gw kehilangan kendali atas diri gw. Maka dari itu, selama ini gw menghindari marah karena gw tau potensi ucapan dan perilaku yang keluar dari diri gw akan menyakitkan buat orang tersebut dan merusak hubungan. Di saat ini, gw coba menghubungkan kejadian ini dengan perilaku gw dalam menghadapi amarah dalam berhubungan beberapa tahun terakhir. Ya, sepertinya gw punya masalah dalam anger management. Untuk lebih memastikan, gw akan konsul ke psikolog yang gw harap gw bisa menemukan jalan keluarnya.
Banyak pertanyaan muncul di benak gw saat ini. Apakah gw pantas untuk menyayangi orang? Apakah gw siap untuk berada di suatu hubungan dengan kondisi gw kayak gini? Do I deserve love and happiness?
Ketika gw menuliskan ini, gw sadar betapa gw selama ini mencoba membentuk diri menjadi orang baik dan memperlihatkan itu ke orang lain. But I know, inside me is not that good. I have nightmares. I have several issue and I need to solve this sebelum gw terus-terusan menyakiti orang yang gw sayang karena kesalahan mereka yang pada akhirnya akan membuat gw menderita juga. Padahal, apa yang bisa kita harapkan dari tidak membuat kesalahan? Gw harus berdamai dengan diri dan masa lalu gw. Gw harus mengakui dan memaafkan diri sendiri terlebih dahulu. That's the thing that I need to fix about.
We're only human, and human makes mistakes. It's about how we respond.
Comments
Post a Comment